Shiny Sky Blue Star

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Universitas GUNADARMA

Rumah kedua ku tempat belajar segala hal, khususnya dalam bidang akademik.. Universitas swasta no4 terbaik se Indonesia.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 18 November 2013

RESENSI PERAHU KERTAS


 PERAHU KERTAS

I. Identitas Buku
Judul buku : Perahu Kertas
Penulis : Dewi Lestari “Dee”
ISBN : 978-979-1227-78-0
Penerbit : Bentang Pustaka dan Truedee Pustaka Sejati
Editor : Hermawan Aksan
Cetakan : I, Agustus 2009
Tebal : XII + 444 halaman; 20 cm
Tahun Terbit : 2010
Jumlah Halaman : 444 halaman
Harga : Rp 69.000

COVER:
 


II.  Sekilas Tentang Penulis
 
Dewi Lestari Simangunsong yang akrab dipanggil Dee (lahir di Bandung, Jawa Barat, 20 Januari 1976) adalah seorang penulis dan penyanyi asal Indonesia. Dee pertama kali dikenal masyarakat sebagai anggota trio vokal Rida Sita Dewi. Ia merupakan alumni SMA Negeri 2 Bandung dan lulusan Universitas Parahyangan, jurusan Hubungan Internasional. Sejak menerbitkan novel Supernova yang populer pada tahun 2001, ia kemudian dikenal luas sebagai novelis.
Salah satu novel karya Dee yang sangat laris adalah Perahu Kertas. Perahu Kertas merupakan novel keenam Dee. Setelah sukses memikat hati para pembaca dengan buku tritologi Supernova-nya, Dee meluncurkan sebuah novel berjudul Perahu Kertas, yang sempat mati suri selama sebelas tahun karena dilupakan. Namun, akhirnya, novel ini berhasil diselesaikan dalam waktu 55 hari berkat kegigihan dan kenekatan seorang Dee.
III. Cerita Singkat
Dimulai dari kisah seorang remaja bernama Keenan, yang baru saja lulus SMA, yang selama enam tahun tinggal bersama neneknya di Amsterdam. Namun karena perjanjian dengan ayahnya, Keenan terpaksa pulang ke Indonesia dan berkuliah di Bandung, di Fakultas Ekonomi. Sementara Keenan sendiri sangat tidak  menginginkannya dan lebih memilih untuk menjadi seorang pelukis dibandingkan seorang businessman. Keenan memiliki bakat melukis yang kuat dari ibunya dan dia tidak mempunyai cita-cita lain selain menjadi pelukis.
Sementara, di sisi lain, ada Kugy, seorang gadis unik yang cenderung banyak kejutan di dalam kehidupannya. Kugy juga akan berkuliah di universitas yang sama dengan Keenan.
Tak jauh berbeda dengan Keenan, Kugy pun mempunyai cita-citanya sendiri, yaitu menjadi juru dongeng. Kugy sangat menggilai dongeng. Tak hanya mengkoleksi buku-buku dongeng dan punya taman bacaan, Kugy juga sangat senang menulis dongeng. Walaupun Kugy yakin menjadi seorang juru dongeng bukanlah profesi yang meyakinkan yang akan diterima dengan mudah oleh khalayak umum. Akan tetapi, Kugy tak ingin lepas begitu saja dari dunia tulis menulis, Kugy lantas meneruskan pendidikannya di Fakultas Sastra. Kugy dan Keenan dipertemukan lewat pasangan Eko dan Noni. Eko merupakan sepupu Keenan. Sementara Noni merupakan teman Kugy sejak mereka berdua masih kecil. Mereka berempat akhirnya bersahabat karib.
Lambat laun, Kugy dan Keenan saling mengagumi dan tanpa mereka sadari mereka saling jatuh cinta, tanpa pernah ada kesempatan untuk saling mengungkapkan, dikarenakan situasi yang tidak memungkinkan.  Kugy sudah mempunyai pacar bernama Ojos (panggilan yang semena-mena diciptakan oleh Kugy). Sementara Keenan saat itu sedang dicomblangkan oleh Wanda, seorang kurator muda, yang merupakan sepupu Noni. Persahabatan empat sekawan itu mulai merenggang sejak adanya Wanda.
Kugy lantas menjalani kegiatannya yang baru dan sibuk dengan kegiatan itu, yakni menjadi guru relawan di sekolah darurat bernama Sakola Alit. Di sanalah Kugy bertemu dengan Pilik, muridnya yang nakal namun kelihatan cerdas. Pilik dan kawan-kawannya berhasil ditaklukan oleh Kugy dengan cara, ia membuatkan mereka kisah petualangan dengan mereka sebagai tokohnya, yang diberi judul: Jendral Pilik dan Pasukan Alit. Kugy menuliskan kisah petualangan murid-muridnya itu di sebuah buku tulis, yang kelak diberikan kepada Keenan.
Hubungan Keenan dan Wanda yang semula mulus, akhirnya hancur dalam semalam. Begitu juga dengan impian Keenan yang selama ini ia bangun dan perjuangkan, kandas dengan cara yang mengejutkan bersamaan dengan hancurnya hubungan ia dengan Wanda. Dengan hati hancur, Keenan meninggalkan kehidupannya di Bandung dan keluarganya di Jakarta, lalu pergi ke Ubud dan tinggal bersama Pak Wayan yang merupakan sahabat ibunya.
Hari-hari bersama keluarga Pak Wayan, yang semuanya merupakan seniman-seniman yang cukup disegani di Bali, sedikit demi sedikit mulai mengobati hati Keenan. Sosok yang sangat berpengaruh dalam penyembuhannya yaitu Luhde Laksmi, keponakan Pak Wayan. Keenan pun akhirnya mulai bisa melukis lagi. Berbekal kisah petualangan Jendral Pilik dan Pasukan Alit yang diberikan oleh Kugy, Keenan membuat lukisan-lukisan serial yang menjadi terkenal dan diburu para korektor.
Kugy, yang kesepian dan kehilangan sahabat-sahabatnya di Bandung, menata ulang hidupnya. Ia cepat-cepat lulus kuliah dan langsung bekerja di sebuah biro iklan di Jakarta sebagai copywritter. Di sana, ia bertemu dengan Remigius Aditya, atasan yang sekaligus sahabat abangnya, Karel. Dengan cara yang tak terduga karier Kugy naik daun dan menjadi orang yang diperhitungkan di kantor itu karena pemikirannya yang ajaib dan serba spontan.
Namun sosok Remigius tidak melihat Kugy dari sisi itu. Remi menyukai Kugy tidak hanya dari ide-idenya, tapi juga semangat dan sisi keunikan Kugy. Dan akhirnya Remi pun harus mengakui bahwa ia jatuh hati kepada Kugy. Sebaliknya, ketulusan Remi meluluhkan hati Kugy dan membuatnya memilih Remi.
Keenan tidak bisa selamanya tinggal di Bali. Kondisi kesehatan ayahnya yang memburuk, memaksanya untuk pulang ke Jakarta dan harus menjalankan perusahaan ayahnya karena tidak mempunyai pilihan lain. Pertemuan antara Keenan dan Kugy tidak bisa terelakkan. Bahkan empat sekawan ini bertemu lagi dan bercanda seperti masa-masa jayanya dulu. Semuanya dengan kondisi yang berbeda. Dan kembali hati mereka diuji. Kisah cinta dan persahabatan selama lima tahun ini pun berakhir dengan kejutan bagi semuanya. Akhirnya setiap hati hanya bisa memasrahkan dirinya kemana aliran cinta membawanya.
IV. Unsur Intrinsik
Tema
Tema yang diangkat tentang persahabatan, cinta, dan kekeluargaan.
  Alur
Jika dilihat dari jalan ceritanya, novel ini menggunakan alur cerita maju-mundur.
Sudut Pandang
Dalam Novel Perahu Kertas ini, sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga tunggal. 
Penokohan
Penggambaran tokoh dalam novel ini begitu kreatif dan jelas. Terdapat tokoh yang memegang peran dominan dalam novel ini yaitu protagonis dan titragonis
Gaya Bahasa
Kata-kata yang ditulis ringan dan gaya bahasanya sangat menyesuaikan denganperkembangan masyarakat modern. Selain itu, bahasa yang digunakan juga memiliki makna dan berisi.
V. Kelebihan dan Kekurangan Novel
Kelebihan
Novel ke enam karya Dewi Lestari atau yang sering dikenal “dee” ini menurut saya sangat menarik. Dimana novel ini mengulas tema persahabatan yang serat akan konflik yang menghanyutkan untuk para pembacanya. Dikemas dengan gaya bahasa yang lugas dan ringan serta sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang menjaikan novel ini dapat mudah dimengerti dan diniikmati oleh pembaca pada berbagai lapisan usia.
Novel ini begitu edukatif dikarenakan kita bisa banyak belajar dari novel ini. Mulai dari bagaimana kita harus tetap semangat dalam meraih mimpi-mimpi kita. Selain itu, novel ini juga penuh akan nilai-nilai positif serta makna kehidupan yang tidak hanya bercerita tentang remaja pada umumnya, tetapi bercerita tentang dinamika kehidupan empat orang remaja serta korelasinya dengan lingkungan internal.  Dengan pelukisan latar waktu dan tempat yang sangat mendetail tetapi tidak berlebihan, menambah daya tarik dari novel in dan membuat seolah pembaca ikut terlibat di dalamnya.
Sekilas novel Perahu Kertas tampak standar dan biasa-biasa saja karena bertemakan tentang cinta.  Tetapi tidak hanya bererita tentang cinta namun banyak unsur lain yang mendukung dan kuat dalam novel ini yang membuat novel ini begitu inspiratif dan edukatif, seperti tentang mimpi, persahabatan, dan kekeluargaan.
Penggambaran tokoh, latar, dan alur yang begitu kreatif dan jelas membuat para pembaca novel Perahu Kertas tidak segan-segan untuk bermain dengan dunia imajinasinya dan membayangkan secara nyata apa yang terjadi dalam ceritanya.
Kekurangan
Dalam novel ini, penggambaran cerita banyak menggunakan setting tempat sehingga sangat dapat beresiko pembaca akan menjadi bingung dalam memahami latar tempat cerita tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman dan konsentrasi tinggi untuk para pembacanya.
Pada beberapa bagian cerita, terdapat cerita yang monoton sehingga timbul kesan kurang menarik dantimbul kebosanan pembaca dalam mendalami novel.



Link-link Gunadarma
Gunadarma University
BAAK Gunadarma
Student Site Gunadarma
Perpustakaan Online 
SAP Gunadarma

Resep Camilan KU


Hai teman-teman semuanya, ada resep cemilan ni buat kalian yang hobby nya makan, cara bikinnya yang ga ribet, ga perlu oven dan mixer.
Cemilan ini namanya onde-onde ketawa. Tpi yg ini beda dengan onde-onde yang lainnya. Banyak rasanya lohh tergantung selera kalian..


 

Resep Dasar Onde-onde Ketawa
100 ml air 
175 gram gula pasir 
1 butir telur 
2 sendok makan minyak goreng 
300 gram tepung terigu protein sedang 
1/2 sendok teh baking powder 
1/4 sendok teh soda kue 
100 gram wijen untuk pelapis 
minyak untuk menggoreng 
Yang ingin rasa stawberry bisa tambahkan potongan strawberry di adonannya, untuk rasa keju ditambah keju, untuk yg suka coklat bisa ditambahkan dalam adonan atai dijadikan toping. Dijamin deh rasanya... Silahkan coba  
Cara Pengolahan :
1. Didihkan air. Tambahkan gula pasir sampai larut. Ukur 200 ml. Dinginkan.
2. Kocok telur dan minyak goreng sampai rata. Masukkan sirup gula sedikit-sedikit sambil dikocok rata.
3. Tambahkan tepung terigu, baking powder, dan soda kue sambil diayak dan diaduk rata.
4. Bentuk bulat sesuai selera. Celup ke air. Gulingkan di wijen.
5. Goreng dalam minyak yang sudah dipanaskan dengan api sedang sampai matang.

Yang ingin rasa stawberry bisa tambahkan potongan strawberry di adonannya, untuk rasa keju ditambah keju, untuk yg suka coklat bisa ditambahkan dalam adonan atau dijadikan toping. Dijamin deh rasanya... Silahkan coba  




Link-link Gunadarma
Gunadarma University
BAAK Gunadarma
Student Site Gunadarma
Perpustakaan Online
SAP Gunadarma

Sabtu, 04 Mei 2013

POSTING JURNAL HAKI 7


REVIEW JURNAL "Permasalahan Pelanggaran Dan Langkah Hukum Hak Cipta Atas Musik Dan Lagu Yang Dituangkan Dalam Bentuk VCD Dan DVD"

Budi Agus Riswandi
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Jl. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta



Langkah – Langkah Hukum yang telah Ditempuh Pemerintah untuk Mengurangi Pelanggaran Hukum Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD.

Dengan ditemukannya permasalahan-permasalahan dalam pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD dibutuhkan berbagai langkah hukum. Langkah hukum ini adalah suatu tindakan yang diambil guna mengurangi pelanggaran hak cipta oleh pedagang VCD/DVD musik dan lagu bajakan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh aparat pemerintah atau penegak hukum.
Dari penelitian yang telah dilaksanakan sebenarnya baik pemerintah maupun aparat penegak hukum telah mengambil langkah-langkah hukum terhadap pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan.
            Langkah-langkah hukum yang biasanya dilakukan oleh pemerintah, misalnya melakukan kegiatan sosialisasi tentang hak cipta dan melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah pusat seperti Direktorat Jenderal HKI.
Dalam hal sosialisasi tentang hak cipta terkadang dilakukan oleh Setda Biro Hukum atau Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Sosialisasi ini biasanya menghadirkan pakar-pakar dalam bidang hak cipta.
Sosialisasi atas hak cipta terkadang dilakukan juga oleh masyarakat. Hal ini sekaligus merupakan bentuk kepedulian masyarakat akan pentingnya melindungi dan menghargai hak cipta orang lain.
Salah satu persoalan di dalam memberikan sosialisasi ini memang pola sosialisasi belum dilakukan secara sistemik dan terkoordinasi. Bukti belum sistemiknya sosialisasi ini di mana belum ada target-target khusus dari pemerintah pada segmen masyarakat tertentu dalam bersosialisasi, sehingga dalam jangka waktu tertentu terbentuk kesadaran masyarakat atas hak cipta ini.
Selanjutnya, masalah lainnya dari langkah hukum yang diambil ini berupa belum terkoordinasikannya antar lembaga pemerintah dan antar lembaga pemerintah dengan lembaga swasta. Alhasil kecenderungan terjadinya duplikasi materi sosialisasi tidak dapat dihindarkan.
Langkah yang ditempuh oleh Aparat Penegak hukum dilakukan berupa penegakan hukum hak cipta. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum refresif. Tindakan hukum refresif ini biasanya dilakukan dengan sistem terjadual. Istilah yang dikenal adalah tindakan razia.
Penegakan hukum hak cipta oleh pihak kepolisian sebenarnya memposisikan polisi harus proaktif. Hal ini sejalan dengan delik pidana yang dianut yakni delik biasa. Delik biasa ini artinya polisi diberikan wewenang untuk mengambil tindakan hukum setiap saat jika ditemukan adanya pelanggaran hak cipta, tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan.
Secara teoritik penerapan delik biasa dalam ketentuan hukum hak cipta dikarenakan adanya beberapa pertimbangan:
1.     kerugian ditimbulkan dari adanya pelanggaran hak cipta tidak hanya diderita oleh pemegang hak cipta. Negara juga ikut dirugikan akibat tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajakan tersebut.
2.     Adanya pelanggaran hak cipta yang tidak ditangani dengan serius pada akhirnya dapat menambah tatanana sosial, hukum dan ekonomi.
3.     Pelanggaran hak cipta sebagai hak milik perorangan, lebih tepat diklasifikasikan sebagai delik biasa seperti halnya terhadap pencurian, perampasan, penipuan.

Dari hasil tindakan hukum refresif ini diperoleh hasil-hasil berupa tindakan penyitaan atas produk-produk VCD/DVD bajakan dengan jumlah 500 ribu keping.
Dalam hal penegakan hukum refresif ini nampaknya ada berbagai macam kendala yang ditemukan. Kendala tersebut, di antaranya; Pertama, dari segi ketentuan hukum hak cipta, masih disadari adanya perbedaan penafsiran terutama terkait dengan ketentuan Pasal 72 UU Hak Cipta. Untuk penerapan ketentuan Pasal 72 ini senantiasa harus menyertakan pelanggaran yang terdapat pada ayat (1). Padahal, pihak kepolisian dalam menerapkan ketentuan Pasal 72 ini tidak selalu menyertakan ketentuan Pasal 71 ayat (1).
Kedua, ketersediaan aparat penegak hukum yang terbatas dalam melakukan penanganan pelanggaran hak cipta. Di samping keterbatasan personil, juga aparat penegak hukum mengalami keterbatasan pemahaman atas hukum hak cipta. Maka, tidak jarang ketika aparat penegak hukum melakukan tindakan hukum senantiasa melibatkan ahli-ahli di bidang hak cipta.
Ketiga, budaya masyarakat yang belum kondusif bagi penegakan hukum hak cipta. Tindakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum sering dipahami sebagai suatu bentuk kesewenang-wenangan. Padahal, hal ini barangkali disebabkan budaya masyarakat terutama yang melakukan pelanggaran, di mana pelanggaran tersebut dianggap sebagai sesuatu yang biasa, bahkan cenderung mendapat “pembenaran.” Sederhananya, budaya menghargai hak orang lain di masyarakat belum benar-benar terbangun.
Keempat, penegakan hukum oleh aparat penegak hukum sering dibenturkan dengan tindakan-tindakan politis. Hal ini tentu berdampak buruk terhadap penegakan hukum hak cipta secara keseluruahan. Semisal, adanya tindakan demonstrasi oleh para pelanggar kepada pihak legislatif daerah. Tindakan demonstrasi itu sendiri mendapatkan tanggapan dari para wakil rakyat di daerah yang cenderung dipahaminya hanya dari segi politis. Memahami sejumlah kendala dalam penegakan hukum hak cipta, maka diperlukan upaya upaya pembenahan atas penegakan hukum hak cipta sendiri.
Beberapa hal yang semetinya dilakukan guna menunjang efektifitas penegakan hukum ini dapat dilakukan melalui:
Pertama, perlunya ketentuan hukum dan perundang-undangan yang memadai serta adanya kepatuhan masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran.
            Kedua, perlunya penegakan hukum yang konsisten. Penegakan hukum yang efektif, akan memberikan perlindungan kepada pemilik atau pemegang hak, yang selanjutnya akan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan berbagai kegiatan dalam masyarakat umum, negara dan perekonomian nasional.
Ketiga, diperlukan kerjasama, koordinasi dan strategi yang terpadu antara aparat penegak hukum. Penegakan hukum oleh aparat pemerintah dilaksanakan oleh berbagai instansi yang terkait antara lain; Kepolisian, Kejaksaan, Hakim, Ditjen HKI, Deperindag, Pemda dan lain-lain.
Sejalan dengan itu Ramelan memberikan pendapatnya bahwa dalam melakukan penegakan hukum hak cipta diperlukan kebijakan dan strategi penegakan hukum. Untuk kebijakan penegakan hukum hak cipta menurutnya dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pendekatan komprehensif yaitu pendekatan yuridis dalam rangka mewujudkan cita ketertiban dan kepastian hukum, pendekatan filosofis dalam rangka menegakan cita keadilan, dan pendekatan sosiologis dalam rangka mewujudkan cita manfaat bagi masyarakat. Pendekatan tersebut dilaksanakan dengan mengindahkan norma norma keagamaan serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kedua, membangun kepercayaan masyarakat terhadap hukum dengan memberdayakan institusi penegakan hukum.
Ketiga, sumber daya manusia memiliki peran yang menentukan dalam mengemban dan mengembangkan misi aparat penegak hukum, di samping sarana dan prasarana. Untuk masud tersebut, kebijakan penegakan hukum hak cipa di arahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga memiliki kemampuan serta keterampilan yang meliputi: a). Pengembangan profesionalisme di bidang penguasaan pengetahuan teknis dan menajerial; b). Meningkatkan integritas kepribadiaan; c). Memupuk siakp/kader disiplin aparatur.
Keempat, membangun budaya masyarakat yang patuh dan taat hukum sebagai iklim yang kondusif dalam penegakan hukum. Untuk strategi penegakan hukum hak cipta beberapa hal yang harus dilaksanakan adalah:
Pertama, penyidikan dan penuntutan tindak pidana hak cipta diarahkan untuk mengungkap sumber kejahatan yang melibatkan pelaku-pelaku produsen kejahatan hak cipta bukan sekedar pengedar atau pemakai. Stretegi ini dimaksudkan untuk membangun dan memulihkan kepercayaan masyarakat domestik maupun internasional bahwa pemerintah benar-benar serius memberikan perlindungan hak cipta.
Kedua, meningkatkan pelaksanaan penerapan dan penegakan hukum yang memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada masyarakat pencari keadilan. Strategi ini dimaksudkan agar proses penegakan hukum berlangsung secara proposional dan profesional, sehingga aparat penegak hukum terhindar daro kesalahan dalam proses penyidikan, penuntutan, putusan dan ekekusi.
Ketiga, menerapkan prinsip-prinsip akutabilitas dan transparansi dalam penegakan hukum hak cipta. Strategi ini ditujukan sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik. Untuk itu agar diupayakan publikasi penanganan perkara sejak dari penyidikan sampai dengan eksekusi secara terus menerus sehingga masyarakat mengetahui dan mengikuti perkembangan penyelesaian perkara tersebut secara benar. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat menentukan posisi partisipasinya dalam pemberantasan dan penegakan kejahatan hak cipta.
Keempat, mengembangkan sistem manajemen dan organisasi penegak hukum yang mantap sebagai pengayom masyarakat. Strategi ini dimaksudkan agar masyarakat dengan mudah dan jelas menyampaikan laporan atas kejahatan yang ditemukan kepada aparat penegak hukum.
Kelima, mengembangkan keterpaduan dalam proses penegakan hukum melalui penyelidikan/penyidikan gaubngan antara penyidik dan penuntut umum. Strategi ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penanganan perkara, mencegah terjadinya bolak balik perkara antara penuntut umum dengan penyidik.

Penutup

Dengan berdasarkan pada hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat menyimpulkan dua hal, yakni; Pertama, pelanggaran hak cipta terjadi disebabkan adanya permasalahan hukum hak cipta. Permasalahan tersebut mencakup pada permasalahan penyelesaian pelanggaran baik secara keperdataan maupun pidana. Di samping itu, permasalahan lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD disebabkan persoalan sosial ekonomi masyarakat (baca: pelanggar). Kedua, untuk menyelesaikan permasalahan pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD ini biasanya ditempuh oleh pemerintah dengan melakukan dua langkah, yakni; sosialisasi hukum hak cipta dan melakukan penegakan hukum hak cipta. Sosialisasi ini dilaksanakan oleh beberapa lembaga pemerintahan seperti Setda Biro Hukum, Desperindag, Kanwil Hukum dan HAM dan instansi lainnya dengan menghadirkan nara sumber yang dianggap ahli di dalam hukum hak cipta. Penegakan hukum hak cipta merupakan langkah berikutnya. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum represif.

Nama : Febrina Yunita
Kelas  : 2EB08
NPM  : 27211813




Link-link Gunadarma
Gunadarma University
BAAK Gunadarma
Student Site Gunadarma
Perpustakaan Online
SAP Gunadarma

POSTING JURNAL HAKI 6




REVIEW JURNAL "Permasalahan Pelanggaran Dan Langkah Hukum Hak Cipta Atas Musik Dan Lagu Yang Dituangkan Dalam Bentuk VCD Dan DVD"

Budi Agus Riswandi
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Jl. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta

Hasil dan Pembahasan

Permasalahan Pelanggaran Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD di Jalan Mataram Yogyakarta Lokasi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang sangat populer di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di sepanjang Jalan Mataram. Daerah tersebut merupakan kawasan yang sangat strategis, karena terletak di pusat kota Yogyakarta, yakni berada di sebelah Timur Jalan Malioboro dan sebelah barat sungai (kali) Code.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini latar belakang pendidikannya ratarata berpendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Dari segi latar belakang sosial ekonominya mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat bawah.Pedagang VCD/DVD/CD bajakan sendiri sebagian besar berasal dari lingkungan jalan mataram dan selebihnya berasal dari luar jalan Mataram.15
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan rata-rata telah melakukan perdagangan di Jalan Mataram rata-rata lebih dari 3 (tiga) tahun. Lama waktu perdagangan VCD/ DVD/CD bajakan di lingkungan Jalan Mataram ini biasanya dimulai dari jam 07.30 berakhir jam 22.00. Waktu biasanya dibagi menjadi dua sampai tiga shift. Sementara itu, yang menjaga kios sebagian besar mereka bukan dari pemilik kios tersebut.
VCD dan DVD bajakan yang dipedagangkan itu meliputi VCD yang berisi musik dan lagu dan DVD yang berisi film, sedangkan VCD maupun DVD kosong mereka tidak memperdagangkan. Transaksi perdagangan VCD dijual sebesar rata-rata sebesar Rp. 3.000,-/keping, DVD dijual sebesar Rp. 7.000,-/keping, sedangkan CD dijual sebesar Rp. 4.000,-/keping.
Adapun VCD, DVD dan CD yang bermuatan musik dan lagu serta film tidak saja musik, lagu dan film yang berasal dari dalam negeri, tetapi ada juga yang berasal dari luar negeri. Contoh VCD musik dan lagu yang berasal dari luar negeri TATAYOUNG yang berasal dari Thailand, sedangkan untuk DVD seperti Film yang berjudul The Pirate of Carribien 3. Untuk VCD musik dan lagu yang berasal dari dalam negeri seperti musik dan lagu milik Peterpan, Ada Band dan sebagainya, untuk filmnya yang dimuat dalam bentuk DVD seperti, film Kuntilanak, Pocong dan lain sebagainya, sedangkan musik dan lagu yang dibajak dalam bentuk CD seperti musik dan lagu, Slank, Gigi, Melly Goeslow, Dewa dan banyak lagi yang lainnya.
Biasanya perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang paling laku didominasi oleh VCD/DVD/CD bajakan yang isinya merupakan hal terbaru. Pedagang VCD, DVD dan CD bajakan setiap kiosnya memperdagangkan kurang lebih 500 keping VCD, DVD dan CD, sementara itu di Jalan Mataram ada kira-kira 30 (tiga puluh kios) yang melakukan perdagangan VCD/DVD/CD bajakan. Dari tiga puluh kios tersebut ada yang sifatnya kios permanen dan temporer. Dari tiga puluh kios ini sebenarnya ada satu kios yang bernama Playerindo yang selain melakukan perdagangan kepada konsumen langsung juga mensuplay ke beberapa kios lainnya.
Perlu diketahui bahwa disekitar pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini terdapat juga kios permanen yang memperdagangkan VCD/DVD/CD legal. Kios permanen ini adalah Popeye.
Dalam transaksi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan ini diketemukan ada banyak pihak yang terlibat. Pihak-pihak disini tidak hanya antara pedagang dengan pembeli/konsumen, tetapi ada pihak-pihak lainnya, yakni; supplier, preman, polisi dan petugas retribusi dan tukang parkir.
Dari praktek perdagangan VCD/DVD bajakan, maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan VCD/DVD bajakan merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas. Pelanggaran hak cipta bukan hanya merugikan “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas, yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar. Menurut Ditjen Bea Cukai kerugian-kerugian tersebut secara jelas lagi dapat dibagi kepada 3 pihak, yakni:
1.     Kerugian konsumen
Konsumen harus membayar mahal untuk barang palus, berkualitas rendah, mudah rusak dan mengakibatkan kerusakan materi serta membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
2.     Kerugian masyarakat usaha, pemegang hak, pencipta
Turunnya nilai penjualan, kerugian finansial, kerugian moral (moral rights), rusaknya reputasi, menurunnya kreatifitas dan hilangnya insentif untuk melakukan inovasi, terganggunya pengembangan teknologi.
3.     kerugian pemerintah, negara dan perekonomian
Terganggunya perekonomian nasional, hilangnya pendapatan pajak, hilangnya kepercayaan internasional, rusaknya moralitas bangsa, terhambatnya alih tekonologi baru, keengganan PMA untuk invenstasi, terhambatnya akses pasar untuk komoditi ekspor, ancaman terhadap perdagangan internasional.

Dalam hal pelanggaran hukum hak cipta sendiri, bentuk pelanggaran ini ada yang bersifat keperdataan dan ada yang bersifat pidana. Dalam kaitannya dengan sifat keperdataan, dalam praktek perdagangan VCD/DVD bajakan ini pihak pedagang telah melanggar hak ekonomi dari pencipta/pemegang hak cipta. Pelanggaran hak ekonomi tersebut berupa pengumuman. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
Dari bunyi ketentuan tadi sangat jelas bahwa melakukan penjualan ciptaan yang dilindungi hak cipta merupakan bentuk pengumuman. Hal yang dipraktekkan oleh pedagang VCD/DVD bajakan berupa mengumumkan (baca: menjual) tanpa izin
dari pemegang hak cipta, di mana tindakan ini merupakan pelanggaran hukum hak cipta.
Apabila pelanggaran hukum hak cipta ini dilihat dari sisi keperdataan, maka
pemegang hak cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke
Pengadilan Niaga. Di dalam Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan: “Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.”
Selanjutnya di dalam Pasal 56 ayat (3) UU Hak Cipta memberikan upaya pencegahan melalui peran aktif hakim berupa pengeluaran perintah kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.
Upaya pencegahan selain yang di atur sebagaimana tersebut di atas, dapat dilakukan juga melalui permintaan dari pihak yang merasa dirugikan. Model ini dikenal dengan istilah penetapan sementara pengadilan atau injunction. Biasanya, permintaan seperti ini terjadi tatkala hakim sebelum memeriksa gugatan tersebut.
Ada beberapa tujuan tatkala ada pihak yang merasa dirugikan meminta untuk
dilakukan penetapan sementara. Tujuannya adalah:
1.     Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi.
2.     Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghidari terjadinya penghilangan barang bukti.
3.     Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar.

Proses keperdataan ini tentunya berlaku juga bagi pelanggar hak cipta atas VCD/
DVD bajakan. Akan tetapi, sangat jarang pihak pemegang hak cipta mengambil upaya hukum keperdataan ini. Ada beberapa alasan pihak pemegang hak cipta jarang melakukan upaya ini, di antaranya: Pertama, proses keperdataan biasanya membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit; Kedua, proses keperdataan  biasanya menuntut pemegang hak cipta untuk pro aktif di dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tentu di anggap sebagai hal yang tidak produktif; Ketiga, sedikitnya atau minimnya pengetahuan pemegang hak cipta terhadap hukum hak cipta dan tidak terkecuali dalam konteks penyelesaian sengketa.
Atas dasar itu, maka tidak sedikit pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam pelanggaran atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan akhirnya menempuh upaya hukum pidana. Sebagaimana diketahui, hukum hak cipta telah menentukan bahwa delik yang ditetapkan adalah delik biasa. Konsekuensi delik seperti ini adalah memposisikan pihak kepolisian harus proaktif dalam menyelesaikan pelanggaran hak cipta, dengan tidak harus menunggu adanya pelaporan dari pencipta/pemegang hak cipta.
Proses pidana ini diawali dengan tindakan penyidikan oleh pihak kepolisian. Setelah proses dikepolisian selesaikan, maka dilanjutkan ke pihak kejaksaan untuk dilakukan penuntutan. Apabila tuntutan telah dibuat, proses selanjutya adalah pemeriksaan di Pengadilan Negeri oleh pihak hakim. Hakim berperan tidak hanya memeriksa perkara tetapi hingga memutuskan perkara tersebut.
Di dalam hukum hak cipta telah dirumuskan beberapa tindakan/perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran hak cipta. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 72 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) UU Hak Cipta. Intinya beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana adalah:
1.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan berupa perbanyakan dan pengumuman ciptaan atau pelanggaran atas hak moral pencipta.
2.     Perbuatan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada pihak umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.
3.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
4.     Perbuatan dengan sengaja melanggar dengan cara mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.
5.     Perbuatan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20 atau Pasal 49 ayat (3).
6.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55.
7.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25.
8.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27.
9.     Perbuatan sengaja melanggar Pasal 28.

Mencermati kategorisasi dari perbuatan pidana tersebut, maka bentuk memperjualbelikan musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan sesungguhnya sejalan dengan rumusan perbuatan yang pertama dan kedua.
Untuk permasalahan pelanggaran hak cipta dalam konteks pidananya dapat dikemukakan beberapa permasalahan juga yaitu; pertama, tindak pidana hak cipta apabila harus ditegakkan dalam pelanggaran hak cipta bagi pelanggar dipandang sebagai sebagai ultimum remedium, meskipun undang-undang sendiri tidak menyatakan demikian, sehingga hal ini berdampak pada penegakan hukum hak cipta; kedua, adanya pemahaman yang terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang tidak efektif. Adanya pemahaman yang terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang tidak efektif.
Setelah memahami pelanggaran hak cipta dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta/pemegang hak cipta serta permasalahannya, tentunya dapat diketahui bahwa pelanggaran hak cipta terjadi sesungguhnya bukan karena adanya beberapa permasalahan terkait dengan pelanggaran atas ketentuan hukum hak cipta saja. Tetapi ada permasalahan lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan. Hal-hal tersebut meliputi juga pada persoalan sosial ekonomi masyarakat.
Sebagaimana diketahui, bagi masyarakat Indonesia maraknya pelanggaran hak cipta tidak semata-mata dikarenakan tidak mengetahui pemberlakuan atas hukum hak cipta, tetapi dalih yang selama ini berkembang bahwa tindakan pelanggaran itu dilakukan mengingat tingkat sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang masih rendah. Alhasil, dengan rendahnya tingkat ekonomi ini menjadikan masyarakat berani melakukan pelanggaran hukum hak cipta. Bagi mereka, prinsipnya bukan bagaimana hukum hak cipta dapat ditegakkan, tetapi yang lebih diutamakan adalah bagaimana kebutuhan ekonomi mereka dapat dipenuhi.

Nama  : Febrina Yunita
Kelas  : 2EB08
NPM  : 27211813




Link-link Gunadarma
Gunadarma University
BAAK Gunadarma
Student Site Gunadarma
Perpustakaan Online
SAP Gunadarma

POSTING JURNAL HAKI 5


REVIE JURNAL "HAK CIPTA DAN PENYEBARAN PENGETAHUAN"

Diao Ai Lien
Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta

B.          PENERAPAN HAK CIPTA DI ERA KEMAJUAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI

Di era kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini, publikasi, alih media, dan penyebaran informasi bisa dilakukan dengan mudah oleh siapa saja dan ke mana saja. Selesai menulis, meskipun baru berupa draft pertama, penulis dapat segera menaruhnya di suatu situs, webblog, ataupun milis. Melalui sarana ini, penulis bisa meminta masukan dari pembaca yang berasal dari pelbagai bangsa dan disiplin ilmu. Penulis dengan mudah bisa merevisi publikasinya, kapan saja (tidak harus menunggu sampai karya tersebut beredar selama 1 tahun misalnya, atau sesudah cetakan pertamanya habis terjual). Di samping itu, penulis dan setiap orang yang mengetahuinya, dapat menyebarkan alamat dokumen tersebut melalui milis atau email pribadi. Dokumen tersebut pun dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja.
Praktek tersebut di atas, yang disebut dengan open access, sudah merupakan perkara biasa di dunia maya. Hal ini sudah terbukti mempercepat penyebaran dan pemanfaatan karya ilmiah. Menurut Sahu, Gogtay, & Bavdekar (2005), open access memperbaiki tingkat kutipan (citation rates) di bidang fisika, matematika, dan astronomi6. Penelitian mereka terhadap sebuah jurnal multi-disiplin yang mengadopsi open access (OA) setelah 10 tahun terbit (setelah tahun 2000), menemukan antara lain, bahwa tidak satu pun artikel yang dipublikasikan sebelum OA dikutip pada tahun terbit. Sebaliknya, artikel yang dipublikasikan setelah OA, yaitu tahun 2002, 2003, dan 2004, dikutip 3, 7, dan 22 kali berturut-turut pada tahun terbit7.
Dengan bantuan teknologi, sepanjang tidak dibatasi oleh hak cipta (terutama hak ekonomi), percepatan penyebaran dan pemanfaatan pengetahuan bisa dengan mudah berlangsung tidak hanya di dalam disiplin ilmu yang sama, tetapi juga lintas disiplin. Kolaborasi ilmiah bisa berlangsung dengan mudah secara lintas batas geografi, waktu, disiplin, hirarkhi sosial, dan budaya. Kemudahan ini sangat mempercepat perkembangan ilmu pengetahuan.
Pertanyaannya sekarang adalah: apakah kemudahan yang diberikan oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi ini harus dihambat oleh hak cipta baik yang dipegang oleh penulis maupun penerbit? Apalagi penerapan hak cipta bisa berdampak seperti ’pedang bermata dua’ bagi penulis dan pengguna, bukan hanya dalam kasus pemanfaatan karya orang lain, tetapi juga karya sendiri.
Sebetulnya, pertanyaan yang mendasar adalah apakah masih dapat dibenarkan pemberlakuan hak cipta yang jangka waktunya begitu lama kalau memang perkembangan ilmu pengetahuan menjadi kepedulian utama semua pihak? Apalagi sampai memberlakukan harga yang begitu tinggi untuk lisensi setiap tahun per pengguna untuk dokumen elektronik yang tidak dapat diakses lagi pada saat sudah tidak dilanggan.
Sebetulnya, dasar pemberlakuan hak cipta adalah bahwa penulis perlu mendapat insentif untuk keorisinilan karyanya. Namun pertanyaannya adalah: siapakah sesungguhnya penulis suatu karya ilmiah?
Pengembangan ilmu pengetahuan merupakan usaha kolektif yang melibatkan ilmuwan yang hidup sejak dahulu sampai yang akan datang, karena pengembangan pengetahuan= senantiasa (harus) didasarkan pada penemuan-penemuan terdahulu. Dalam kenyataannya pun, suatu karya ilmiah jarang merupakan karya murni (utuh) penulisnya. Di dalamnya ada banyak pemikiran orang lain. Mungkin hanya sekian persen saja dari suatu karya merupakan hasil dari penulisnya (kecuali hasil penelitian yang berdasarkan eksperimen di laboratorium). Hasil penelitian tentang gaya hidup anak jalanan, misalnya, apalagi dengan menggunakan metode kualitatif, sebenarnya merupakan hasil bersama antara peneliti, anak jalanan (subyek penelitian), informan lainnya, dan penulis yang karyanya digunakan oleh si peneliti dalam penelitiannya. Dalam kenyataannya juga, bahkan pengguna turut memberikan sumbangan pemikiran dalam penerbitan suatu karya (dengan cara memberikan opini secara lisan maupun tertulis, melalui Internet atau dalam seminar, dsb.). Menurut Durham8, ”Naive acceptance of authorship as a predominantly individual and creative act may foster authorial rights that are too broad or too powerful for the good of society.”
Dengan demikian, tidak adil kalau atas suatu karya ilmiah, hak cipta (hak ekonomi) hanya diberikan pada penulisnya yang terdiri dari satu atau beberapa orang yang tercantum di bawah judul suatu karya. Apalagi kalau hak itu kemudian diberikan kepada penerbit yang justru (hampir) tidak turut dalam penciptaan namun yang akan mendapat keuntungan ekonomi terbesar.
Karena itu, sudah waktunya untuk memikirkan beberapa skenario lain untuk pengelolaan hak cipta, yaitu:
1.     hak cipta direduksi menjadi hanya hak moral
2.     hak cipta diberlakukan secara utuh tetapi tidak eklusif
3.     hak cipta diberlakukan secara utuh dan eksklusif tetapi dalam jangka waktu yang terbatas
4.     pilihan 1-3 diserahkan pada penulis atau kesepakatan antara penulis dan penerbit.

1.      Hak cipta direduksi menjadi hak moral
Yang dimaksud dengan pernyataan tersebut di atas adalah pemberlakuan hak cipta hanya sebatas hak moralnya. Dengan demikian siapa pun bisa mereproduksi, mengalihmediakan, dan menyebarkan suatu karya ilmiah, sepanjang bukan untuk tujuan komersial. Dengan demikian, jalur penyebaran informasi bisa lebih dipersingkat dengan memindahkan kendali penyebaran karya ilmiah dari penerbit ke penulis dan masyarakat, dan mengurangi proses publikasi yang lama dan biaya yang mahal. Monopoli hak cipta pun terhindari.
Hak cipta jenis ini sudah diberlakukan oleh gerakan Open Access (OA). Definisi OA menurut Budapest Open Access Initiative dan Public Library of Science adalah9: “the free availability of literature on the public Internet, permitting any users to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of these articles, crawl them for indexing, pass them as data to software, or use them for any other lawful purpose, without financial, legal, or technical barriers other than those inseparable from gaining access to the internet itself.” (Birdsall, 2005) Di dalam konsep OA tersebut terkandung copyleft, yaitu sekumpulan lisensi yang diberikan pada setiap orang yang memiliki kopi suatu karya ilmiah untuk menjamin agar orang tersebut dapat menjalankan hak ekonomi atas karya tersebut (menggandakan, menyebarluaskan, memodifikasi) dengan syarat karya tersebut dan turunannya disebarkan dengan lisensi yang sama10. Dalam skenario ini, OA dan copyleft diberlakukan tidak hanya untuk dokumen elektronik, tetapi juga tercetak. Dengan cara demikian, hak cipta tidak hanya menguntungkan segelintir orang (terutama penerbit yang justru tidak turut dalam penciptaan) dan mengabaikan kontribusi banyak orang terhadap penciptaan suatu karya. Untuk mengurangi ketergantungan pada penerbit, peraturan mengenai penilaian dosen dan peneliti juga harus diubah, terutama dalam hal keharusan untuk menerbitkan dalam jurnal terakreditisasi dan/atau peer-reviewed. Kegiatan peer-review itu sendiri sebetulnya sudah bisa dilakukan di lembaga tempat dosen atau peneliti bekerja ataupun secara informal melalui rekan-rekan di milis. Dalam hal penerbit masih diperlukan untuk penyebaran dan menjamin dokumentasi, pemerintah perlu membuat peraturan agar penerbitan dikelola oleh lembaga not-for profit yang tidak diperbolehkan mengambil keuntungan yang tidak wajar dari usaha penerbitannya sehingga menghambat penyebaran pengetahuan ilmiah. Dalam menentukan harga jual, penerbit harus mendasarkan penghitungannya lebih pada biaya daripada keuntungan. Penerbit harus transparan dalam hal melaporkan pengelolaan biaya produksi, serta menentukan harga jual yang tidak melebihi batas yang ditentukan pemerintah.

2.     Hak cipta diberlakukan secara utuh tetapi tidak eklusif
Dalam hal ini, hak cipta tetap mengandung hak ekonomi dan hak moral. Namun siapapun yang memegangnya (penulis maupun penerbit), hak cipta (terutama hak ekonominya) tersebut tidak berlaku eksklusif dan dapat digunakan oleh siapa saja yang mempunyai dokumen yang bersangkutan, sepanjang tidak untuk tujuan komersial. Dengan demikian, meskipun hak cipta sudah diserahkan ke penerbit, penulis bisa dengan leluasa memberikan hak ciptanya ke pihak lain lagi dengan atau tanpa royalti. Penulis juga bisa dengan bebas mereproduksi, mengalihmediakan, dan mendistribusikan karyanya, di mana saja dan kapan saja. Penulis dapat menerbitkan karya yang sama di lebih dari satu media sepanjang media-media tersebut tidak berkeberatan mengenai hal ini, dan situasi ini dinyatakan dengan jelas di dalam publikasinya. Konsumen juga bisa memilih antara mendapatkan akses suatu karya melalui penerbit atau penulis atau melalui cara lain (misalnya dengan memfotokopi dari perpustakaan atau rekan sekerja). Dengan demikian tidak akan ada lagi monopoli hak cipta.

3.     Hak cipta diberlakukan secara utuh dan eksklusif tetapi dalam jangka waktu yang terbatas
Yang dimaksudkan dengan hal ini adalah, hak cipta tetap mengandung hak ekonomi dan hak moral, dan berlaku eksklusif bagi pemegangnya, namun jangka waktu berlaku hak ekonominya hanya 1-2 tahun (tergantung sejauh mana perkembangan pengetahuan akan ’dihambat’ demi pengumpulan keuntungan ekonomi). Sesudah jangka waktu tersebut berlalu, maka hak cipta utuh namun tidak eksklusif yang berlaku (lihat no. 2). Dengan perkataan lain, monopoli hak cipta hanya terjadi dalam waktu yang sangat terbatas.
4.     Pilihan diserahkan pada pemilik hak cipta
Negara atau komunitas yang memilih pengaturan hak cipta jenis ini, membiarkan para pelaku komunikasi ilmiah memilih sendiri di antara 3 pilihan tersebut di atas. Tugas pemerintah adalah menyediakan aturan permainannya. Pilihan apa pun yang diambil harus dengan tujuan untuk meningkatkan kecepatan perkembangan dan mutu ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

III. RANGKUMAN

Hak cipta berpotensi menimbulkan masalah dalam pengembangan pengetahuan karena nature dari hak cipta itu sendiri. Potensi tersebut semakin besar karena dalam konteks pengetahuan ilmiah, produsen dan konsumen pengetahuan adalah orang yang sama. Di samping itu, karena tidak ada karya ilmiah yang tingkat keorisinilannya 100%, maka monopoli hak cipta oleh penulis patut dipertanyakan kelayakannya.
Untuk mengatasi atau meminimalkan dampak negatif hak cipta terhadap penyebaran dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah; suatu komunitas, negara, atau masyarakat internasional perlu memikirkan beberapa skenario penerapan hak cipta. Skenario apa pun yang dipilih, harus didasarkan pada pertimbangan ‘untuk kemajuan ilmu pengetahuan’, dilihat dari sisi pengarang yang hidup hari ini maupun yang akan datang, ”... ensuring the ’progress’ of knowledge and culture requires consideration not only of the rights and rewards of today’s author but also of the freedom of tomorrow’s author to continue the process.”11, dan juga dari sisi pihak lainnya (penerbit, perpustakaan, toko buku, pengguna, peers, dsb.) yang juga mempunyai peranan penting dalam komunikasi ilmiah.

Nama : Febrina Yunita
Kelas  : 2EB08
NPM  : 27211813




Link-link Gunadarma
Gunadarma University
BAAK Gunadarma
Student Site Gunadarma
Perpustakaan Online
SAP Gunadarma