Shiny Sky Blue Star

Sabtu, 04 Mei 2013

POSTING JURNAL HAKI 6




REVIEW JURNAL "Permasalahan Pelanggaran Dan Langkah Hukum Hak Cipta Atas Musik Dan Lagu Yang Dituangkan Dalam Bentuk VCD Dan DVD"

Budi Agus Riswandi
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Jl. Tamansiswa No. 158 Yogyakarta

Hasil dan Pembahasan

Permasalahan Pelanggaran Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD di Jalan Mataram Yogyakarta Lokasi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang sangat populer di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di sepanjang Jalan Mataram. Daerah tersebut merupakan kawasan yang sangat strategis, karena terletak di pusat kota Yogyakarta, yakni berada di sebelah Timur Jalan Malioboro dan sebelah barat sungai (kali) Code.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini latar belakang pendidikannya ratarata berpendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Dari segi latar belakang sosial ekonominya mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat bawah.Pedagang VCD/DVD/CD bajakan sendiri sebagian besar berasal dari lingkungan jalan mataram dan selebihnya berasal dari luar jalan Mataram.15
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan rata-rata telah melakukan perdagangan di Jalan Mataram rata-rata lebih dari 3 (tiga) tahun. Lama waktu perdagangan VCD/ DVD/CD bajakan di lingkungan Jalan Mataram ini biasanya dimulai dari jam 07.30 berakhir jam 22.00. Waktu biasanya dibagi menjadi dua sampai tiga shift. Sementara itu, yang menjaga kios sebagian besar mereka bukan dari pemilik kios tersebut.
VCD dan DVD bajakan yang dipedagangkan itu meliputi VCD yang berisi musik dan lagu dan DVD yang berisi film, sedangkan VCD maupun DVD kosong mereka tidak memperdagangkan. Transaksi perdagangan VCD dijual sebesar rata-rata sebesar Rp. 3.000,-/keping, DVD dijual sebesar Rp. 7.000,-/keping, sedangkan CD dijual sebesar Rp. 4.000,-/keping.
Adapun VCD, DVD dan CD yang bermuatan musik dan lagu serta film tidak saja musik, lagu dan film yang berasal dari dalam negeri, tetapi ada juga yang berasal dari luar negeri. Contoh VCD musik dan lagu yang berasal dari luar negeri TATAYOUNG yang berasal dari Thailand, sedangkan untuk DVD seperti Film yang berjudul The Pirate of Carribien 3. Untuk VCD musik dan lagu yang berasal dari dalam negeri seperti musik dan lagu milik Peterpan, Ada Band dan sebagainya, untuk filmnya yang dimuat dalam bentuk DVD seperti, film Kuntilanak, Pocong dan lain sebagainya, sedangkan musik dan lagu yang dibajak dalam bentuk CD seperti musik dan lagu, Slank, Gigi, Melly Goeslow, Dewa dan banyak lagi yang lainnya.
Biasanya perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang paling laku didominasi oleh VCD/DVD/CD bajakan yang isinya merupakan hal terbaru. Pedagang VCD, DVD dan CD bajakan setiap kiosnya memperdagangkan kurang lebih 500 keping VCD, DVD dan CD, sementara itu di Jalan Mataram ada kira-kira 30 (tiga puluh kios) yang melakukan perdagangan VCD/DVD/CD bajakan. Dari tiga puluh kios tersebut ada yang sifatnya kios permanen dan temporer. Dari tiga puluh kios ini sebenarnya ada satu kios yang bernama Playerindo yang selain melakukan perdagangan kepada konsumen langsung juga mensuplay ke beberapa kios lainnya.
Perlu diketahui bahwa disekitar pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini terdapat juga kios permanen yang memperdagangkan VCD/DVD/CD legal. Kios permanen ini adalah Popeye.
Dalam transaksi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan ini diketemukan ada banyak pihak yang terlibat. Pihak-pihak disini tidak hanya antara pedagang dengan pembeli/konsumen, tetapi ada pihak-pihak lainnya, yakni; supplier, preman, polisi dan petugas retribusi dan tukang parkir.
Dari praktek perdagangan VCD/DVD bajakan, maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan VCD/DVD bajakan merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas. Pelanggaran hak cipta bukan hanya merugikan “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas, yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar. Menurut Ditjen Bea Cukai kerugian-kerugian tersebut secara jelas lagi dapat dibagi kepada 3 pihak, yakni:
1.     Kerugian konsumen
Konsumen harus membayar mahal untuk barang palus, berkualitas rendah, mudah rusak dan mengakibatkan kerusakan materi serta membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
2.     Kerugian masyarakat usaha, pemegang hak, pencipta
Turunnya nilai penjualan, kerugian finansial, kerugian moral (moral rights), rusaknya reputasi, menurunnya kreatifitas dan hilangnya insentif untuk melakukan inovasi, terganggunya pengembangan teknologi.
3.     kerugian pemerintah, negara dan perekonomian
Terganggunya perekonomian nasional, hilangnya pendapatan pajak, hilangnya kepercayaan internasional, rusaknya moralitas bangsa, terhambatnya alih tekonologi baru, keengganan PMA untuk invenstasi, terhambatnya akses pasar untuk komoditi ekspor, ancaman terhadap perdagangan internasional.

Dalam hal pelanggaran hukum hak cipta sendiri, bentuk pelanggaran ini ada yang bersifat keperdataan dan ada yang bersifat pidana. Dalam kaitannya dengan sifat keperdataan, dalam praktek perdagangan VCD/DVD bajakan ini pihak pedagang telah melanggar hak ekonomi dari pencipta/pemegang hak cipta. Pelanggaran hak ekonomi tersebut berupa pengumuman. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
Dari bunyi ketentuan tadi sangat jelas bahwa melakukan penjualan ciptaan yang dilindungi hak cipta merupakan bentuk pengumuman. Hal yang dipraktekkan oleh pedagang VCD/DVD bajakan berupa mengumumkan (baca: menjual) tanpa izin
dari pemegang hak cipta, di mana tindakan ini merupakan pelanggaran hukum hak cipta.
Apabila pelanggaran hukum hak cipta ini dilihat dari sisi keperdataan, maka
pemegang hak cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke
Pengadilan Niaga. Di dalam Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan: “Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.”
Selanjutnya di dalam Pasal 56 ayat (3) UU Hak Cipta memberikan upaya pencegahan melalui peran aktif hakim berupa pengeluaran perintah kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.
Upaya pencegahan selain yang di atur sebagaimana tersebut di atas, dapat dilakukan juga melalui permintaan dari pihak yang merasa dirugikan. Model ini dikenal dengan istilah penetapan sementara pengadilan atau injunction. Biasanya, permintaan seperti ini terjadi tatkala hakim sebelum memeriksa gugatan tersebut.
Ada beberapa tujuan tatkala ada pihak yang merasa dirugikan meminta untuk
dilakukan penetapan sementara. Tujuannya adalah:
1.     Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi.
2.     Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghidari terjadinya penghilangan barang bukti.
3.     Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar.

Proses keperdataan ini tentunya berlaku juga bagi pelanggar hak cipta atas VCD/
DVD bajakan. Akan tetapi, sangat jarang pihak pemegang hak cipta mengambil upaya hukum keperdataan ini. Ada beberapa alasan pihak pemegang hak cipta jarang melakukan upaya ini, di antaranya: Pertama, proses keperdataan biasanya membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit; Kedua, proses keperdataan  biasanya menuntut pemegang hak cipta untuk pro aktif di dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tentu di anggap sebagai hal yang tidak produktif; Ketiga, sedikitnya atau minimnya pengetahuan pemegang hak cipta terhadap hukum hak cipta dan tidak terkecuali dalam konteks penyelesaian sengketa.
Atas dasar itu, maka tidak sedikit pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam pelanggaran atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan akhirnya menempuh upaya hukum pidana. Sebagaimana diketahui, hukum hak cipta telah menentukan bahwa delik yang ditetapkan adalah delik biasa. Konsekuensi delik seperti ini adalah memposisikan pihak kepolisian harus proaktif dalam menyelesaikan pelanggaran hak cipta, dengan tidak harus menunggu adanya pelaporan dari pencipta/pemegang hak cipta.
Proses pidana ini diawali dengan tindakan penyidikan oleh pihak kepolisian. Setelah proses dikepolisian selesaikan, maka dilanjutkan ke pihak kejaksaan untuk dilakukan penuntutan. Apabila tuntutan telah dibuat, proses selanjutya adalah pemeriksaan di Pengadilan Negeri oleh pihak hakim. Hakim berperan tidak hanya memeriksa perkara tetapi hingga memutuskan perkara tersebut.
Di dalam hukum hak cipta telah dirumuskan beberapa tindakan/perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran hak cipta. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 72 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) UU Hak Cipta. Intinya beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana adalah:
1.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan berupa perbanyakan dan pengumuman ciptaan atau pelanggaran atas hak moral pencipta.
2.     Perbuatan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada pihak umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.
3.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
4.     Perbuatan dengan sengaja melanggar dengan cara mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.
5.     Perbuatan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20 atau Pasal 49 ayat (3).
6.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55.
7.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25.
8.     Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27.
9.     Perbuatan sengaja melanggar Pasal 28.

Mencermati kategorisasi dari perbuatan pidana tersebut, maka bentuk memperjualbelikan musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan sesungguhnya sejalan dengan rumusan perbuatan yang pertama dan kedua.
Untuk permasalahan pelanggaran hak cipta dalam konteks pidananya dapat dikemukakan beberapa permasalahan juga yaitu; pertama, tindak pidana hak cipta apabila harus ditegakkan dalam pelanggaran hak cipta bagi pelanggar dipandang sebagai sebagai ultimum remedium, meskipun undang-undang sendiri tidak menyatakan demikian, sehingga hal ini berdampak pada penegakan hukum hak cipta; kedua, adanya pemahaman yang terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang tidak efektif. Adanya pemahaman yang terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang tidak efektif.
Setelah memahami pelanggaran hak cipta dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta/pemegang hak cipta serta permasalahannya, tentunya dapat diketahui bahwa pelanggaran hak cipta terjadi sesungguhnya bukan karena adanya beberapa permasalahan terkait dengan pelanggaran atas ketentuan hukum hak cipta saja. Tetapi ada permasalahan lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan. Hal-hal tersebut meliputi juga pada persoalan sosial ekonomi masyarakat.
Sebagaimana diketahui, bagi masyarakat Indonesia maraknya pelanggaran hak cipta tidak semata-mata dikarenakan tidak mengetahui pemberlakuan atas hukum hak cipta, tetapi dalih yang selama ini berkembang bahwa tindakan pelanggaran itu dilakukan mengingat tingkat sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang masih rendah. Alhasil, dengan rendahnya tingkat ekonomi ini menjadikan masyarakat berani melakukan pelanggaran hukum hak cipta. Bagi mereka, prinsipnya bukan bagaimana hukum hak cipta dapat ditegakkan, tetapi yang lebih diutamakan adalah bagaimana kebutuhan ekonomi mereka dapat dipenuhi.

Nama  : Febrina Yunita
Kelas  : 2EB08
NPM  : 27211813




Link-link Gunadarma
Gunadarma University
BAAK Gunadarma
Student Site Gunadarma
Perpustakaan Online
SAP Gunadarma

0 komentar:

Posting Komentar