Kebijaksanaan
Perekonomian Indonesia selama :
·
Periode 1966 –
1969
Kebijaksanaan perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969 ini adalah
pembersihan proses-proses kebijakan orde lama yang tidak efisien dan efektif
terutama dari faham-faham komunisme.
·
Periode Pelita
I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal pembangunan Orde Baru. Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan
untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil
pertanian. Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970 kebijakan pemerintah
tentang perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan tata niaga ekspor dan
impor. Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971 membahas tentang devaluasi
rupiah terhadap dollar amerika dengan memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni
kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran
barang di dalam negeri.
Rencana pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada sektor
pertanian serta industri yang (langsung) mendukung sektor pertanian
(misalnya pabrik pupuk dan alat alat pertanian)
·
Periode Pelita
II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang
mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah).
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja.
Fokus pembangunan ini di fokuskan pada pengkreditan untuk mendorong eksportir
kecil dan menengah serta mendorong pengusaha kecil atau ekonomi menengah dengan
kredit investasi kecil (KIK).
Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini adalah
dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing di
pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri,
yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar
dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada
periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang dilakukan
pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi
ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia tahun 1979,
serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea masuk
komoditi impor lainnya.
Namun dengan adanya pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi
rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri
juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di
rehabilitasi dan di bangun.
·
Periode Pelita
III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pelita
III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta
menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalahTrilogi Pembangunan dan Delapan
Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan
bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
·
Periode Pelita
IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju
swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan.
Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun
1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya
Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari
FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan
prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga
dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
·
Periode Pelita
V
Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada
pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri
khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak
menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang
dapat mengahsilkan mesin mesin industri.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu
dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita
VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk
memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Pengarahan pada pengawasan, pengendalian dan upaya produktif untuk
mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Tahap II, yakni kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Adapun
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di sektor dalam negeri:
1.
Kebijakan
MoneterSekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur
perekonomian melalui tingkat bunga.
a) Kebijakan Moneter
Kuantitatif
Mengatur tingkat bunga melalui operasi pasar terbuka melaui SBI,
merubah tingkat bunga diskonto, merubah presentase cadangan minimal yang harus
dipenuhi oleh setiap bank umum
b) Kebijakan Moneter Kualitatif
Mengatur dan menghimbau pihak bank umum /lembaga keuangan lainnya baik
manajemen maupun produk yang ditawarkan untukmendukung kebijakan moneter
kuanitatif bank Indonesia.
2.
Kebijakan Fiskal
Tindakan pemerintah dalam mengatur ekonomi melalui anggaran belanja negara.
Macam-macam kebijakan fiskal
dalam ekonomi adalah:
a.
Pajak langsung dan pajak tidak langsung
b.
Pajak regresif, sebanding dan progresif
c.
Penerimaan pemerintah, pengendali tingkat
pengeluaran masyarakat
d.
Untuk lebih memeratakan distribusi pendapatan dan
kekayaan masyarakat.
·
Pelita VI (1
April 1994 – 31 Maret 1999).
Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri
dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh. Disamping
itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan
pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar
pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah
penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia.
Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus
sukses pembangunan ekonomi. Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi
sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan
pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas
tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama
ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya
kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh
Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia
yang berantakan di akhir tahun 1960. Namun, dengan menstabilkan politik demi
pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun,
semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi
tempat.
·
Pelita VI (1
April 1994 – 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi.
Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Namun
Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih
baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak. Indonesia dilanda
krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari
krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi
krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan. Kondisi
ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang
dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat.
Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian
Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh..
Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan
ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat
terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi
sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan. Pembagunan
tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian
nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia
gagal menunjukan taringnya. Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru
merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
Link-link Gunadarma
Gunadarma University
BAAK Gunadarma
Student Site Gunadarma
Perpustakaan Online
SAP Gunadarma